Hmmm….
Saya nggak tau harus memulai review-reviewan ini dari mana. Saya bingung harus mereview filmnya dulu, apa bukunya dulu.
Tapi karena saya menonton dulu baru baca bukunya, jadi ada baiknya saya menceritakan Hello Effect yang terjadi pada saya mengenai kisah ini.
Saya nonton film ini dengan ekspektasi yang cukup tinggi. Banyak hal yang membuat saya berekspektasi tinggi.
Pertama, walaupun saya bukan Dee-addict, saya tahu beberapa karya dia dengan ngintip-ngintip baca Supernova. Yaahh ends up saya sulit mencerna (secara saya baca itu pas SMK). Akhirnya seterusnya saya agak takut baca karyanya Dee. Takut gak paham. Lalu saya menyimpulkan kalau kemampuan menulis Dee tidak main-main sehingga tidak sembarangan orang bisa mencernanya.
Kedua, saya sangat menanti-nanti karya Hanung. Dari sejumlah karya Hanung, saya hampir nggak pernah kecewa. Dari yang sangat remaja kaya Catatan Akhir Sekolah, sampai yang mengkritisi isu religi. Saya suka sekali karya Hanung. Dan setelah sekian lama karyanya melulu tentang agama, akhirnya ada juga yang Fresh, dan bertemakan remaja.
Ketiga, publikasi tidak sengaja besar-besaran yang seliweran di TL Twitter saya. Wow. Saya ngeliat animo yang luar biasa ketika filmnya muncul dari orang-orang yang saya follow. Apalagi teman saya yang sesama penyuka film Indonesia sampai pengen nonton dua kali. Bagus banget kali ya… pikir saya.
Akhirnya menontonlah saya nonton Perahu Kertas sebelomnya.
Oke saya suka setting dan art dalam Perahu Kertas. Dari awal sampai akhir hampir semuanya saya suka. Cuma saya agak sesalkan adalah filmnya terlalu terburu-buru. Saya seperti mendapatkan kesan kalau semua cerita dalam buku banyak yang mau dijejalkan dalam film, hingga akhirnya banyak potongan-potongan yang menurut saya terlalu cepat dan singkat ditayangkan. Seperti saat Keenan tiba-tiba ada di satu kereta dengan Kugy menuju Jakarta, padahal sebelumnya hubungan mereka tidak begitu baik. Saya bingung kok bisa kebetulan banget. Terus ketika Keenan mendapatkan Kugy berada di Sakola Alit yang ada di pelosok Bandung. Gimana bisa ujug-ujug ketemu?Ya walaupun akhirnya saya menemukan jawabannya ketika baca bukunya, tapi menurut saya film adalah media supaya informasi bisa sampai ke penonton yang tidak semuanya udah membaca bukunya.
Well, over all, untuk orang awam yang belum baca bukunya, film Perahu Kertas sedikit membingungkan dari potongan-potongan ceritanya. Untung saja tertutupi dengan kuatnya karakter si Kugy. Jadi saya merasa enjoy menonton filmnya. Selain itu saya juga suka visualisasi yang diciptakan Hanung. Seperti ketika Kugy dan Keenan berantem di saung Sakola Alit, dan Kugy membentak Keenan, “ternyata saya nilai kamu ketinggian.”, dan saat itu Keenan berada di puncak tangga yang lebih tinggi dari Kugy.
Namun jujur, saya lebih suka kisahnya daripada filmnya. Besoknya saya membeli novel Perahu Kertas dan membacanya selama tiga hari. Dan Selesai. Saya agak takjub juga sih menyadari betapa saya terhanyut dengan kisah yang dituturkan Dee. Diluar ekspektasi saya selama ini bahwa novelnya “berat”. Saya justru hanyut dan menantikan apa yang terjadi di lembar selanjutnya.
Saya sadar kalau novel ini bercerita tentang kejujuran hati. Tsaaahh..bahasa gue.
Semua hal yang ada di novel ini mengisahkan bagaimana semua tokoh harus jujur dan percaya sama yang namanya kata hati. Walau realitas adalah hal yang mereka hadapi, tapi hatilah yang mereka rasakan, dan pada akhirnya menentukan pilihan hidup mereka. Dari yang utama memang kisah Keenan dan Kugy, bagaimana mereka dipilih oleh hati mereka, walaupun harus mengorbankan kenyataan bahwa ada Luhde, kekasih Keenan yang begitu dewasa, dan Remi, tunangan Kugy yang sangat mencintai Kugy. Karena manusialah yang dipilih oleh hati mereka, bukan manusia yang memilih hati mereka melakukan apa.
Tentang cita-cita Kugy dan Keenan sebagai simbol dari ‘apa kata hati’ dan ‘apa yang terjadi’ juga simbol penting untuk menggambarkan kisah cinta Kugy dan Keenan. Kisah cinta Wayan dan Lena juga berperan penting tentang perbedaan mana hati yang memilih, dan mana hati yang dipilih.
Saya suka banget detail yang diciptakan Dee dan ‘kebetulan-kebetulan’ yang Dee rangkai namun tetap dalam jalur logis alur cerita. Rasanya cerita ini begitu sinergis dengan kebetulan-kebetulan yang terjadi di tiap tokoh, ibarat ada 10 macam tali berbeda, panjang, namun akhirnya kesepuluh tali terikat menjadi satu simpul. Saya membaca novel ini dengan bayangan yang liar dan mendalam.
Kemudian saya akhirnya memaklumi mengapa filmnya kurang sesuai dengan ekspektasi saya yang terlalu tinggi, kisah ini memang terlalu dalam. Bagaimana perasaan Keenan dan bagaimana perasaan Kugy, serta tiap tokoh yang lain, menurut saya sebegitu dalam sehingga sulit untuk diekspresikan dalam film, apalagi diaktingkan. Hehe.
Di filmnya, saya nggak begitu mampu memaknai Perahu Kertas itu, namun setelah membaca novelnya, saya sadar bagaimana Perahu Kertas itu menghanyutkan saya di dalam kisahnya.
Such a very nice story to be watched, and nice enough movie to be read. ![🙂](https://s0.wp.com/wp-content/mu-plugins/wpcom-smileys/twemoji/2/svg/1f642.svg)
0 komentar:
Posting Komentar